Di era saat ini, industri pariwisata terus berkembang dengan pesat, dikarenakan selain mendapakatkan keuntungan atau laba yang besar bagi kalangan industri pariwisata itu sendiri, industri pariwisata juga dapat memacu dalam meningkatkan perkembangan ekomoni suatu daerah. Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Selain itu pariwisata juga disebut sebagai industri yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1969, ketika disadari bahwa industri pariwisata merupakan usaha yang dapat memberikan keuntungan pada pengusahanya. Sehubungan dengan itu Pemerintah Republik Indonesia sejak dini mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1969 tanggal 6 Agustus 1969, menyatakan bahwa “Usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara “.
Dalam industri pariwisata, ada dua jenis objek yang dapat dijadikan daya tarik daerah, yaitu wisata alam dan budaya. Dulu wisatawan semata-mata hanya tertarik pada keindahan alam suatu tempat, tapi sekarang banyak juga wisatawan yang tertarik untuk melihat khasanah warisan sejarah dan budaya di tempat-tempat yang mereka kunjungi. Berkaitan dengan hal itu, peninggalan arkeologi yang merupakan sumber daya budaya dapat dimanfaatkan menjadi aset wisata budaya. Palembang adalah tempat obyek wisata yang tidak asing lagi dimata orang Sumatera Selatan maupun wisatawan domestik. Disana banyak berbagai tempat-tempat obyek pariwisata yang sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri dengan ciri khasnya masing-masing. Palembang selain dikenal sebagai kota pempek, kota palembang juga dikenal sebagai kota pariwisata. Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, punya banyak potensi aset wisata budaya dan sejarah. Kota yang sudah berusia 13 abad lebih ini banyak meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menarik untuk ditelusuri.
Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang.
Definisi pariwisata menurut Undang-undang No 10 Tahun 2009:
“Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah”.
Sejarah wisata budaya kota Palembang
Palembang sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Selatan, punya banyak potensi aset wisata budaya. Secara kronologis, peninggalan itu berasal dari zaman Sriwijaya sampai zaman kolonial Belanda. Dulu perencanaan kota pada masa Sriwijaya umumnya berada di meander Sungai Musi yang berupa tanggul alam atau tanah yang meninggi. Hal ini menunjukkan bahwa Sri Jayanasa menempatkan lokasi pemukiman sesuai dengan kondisi geografis Palembang. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, kegiatan kota terpusat di sepanjang tepi Sungai Musi. Sebagian besar aspek pemukiman berlokasi di tepi utara sungai, berupa bangunan keraton, masjid, dan pemukiman rakyat. Rumah tinggal berupa rumah panggung dari bahan kayu atau bambu dan beratap daun kelapa, juga ada rumah rakit yang ditambatkan di tepi Sungai Musi.
Setelah dihapuskannya Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1823, wilayah sekitar Benteng Kuto Besak (BKB) ini dijadikan daerah administrasi Hindia-Belanda yang dipimpin oleh seorang residen. Pada masa ini, BKB yang awalnya tempat tinggal Sultan Palembang, dialihfungsikan menjadi instalasi militer dan tempat tinggal komisaris Hindia-Belanda, pejabat pemerintah, dan perwira militer.
Secara umum, pembangunan Kota Palembang menjadi kota yang modern dilakukan oleh Pemerintah Hindia-Belanda dan dimulai pada awal abad XX M. Berdasarkan UU Desentralisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda, Palembang ditetapkan menjadi Gemeente pada 1 April 1906 dengan Stbl No.126 dan dipimpin oleh seorang burgemeester, yang dalam struktur pemerintahan sekarang setara dengan walikota. Meskipun demikian, burgemeester pertama Kota Palembang baru diangkat tahun 1919, yaitu LG Larive. Pada masa ini, pusat pemerintahan Kota Palembang dipindahkan ke lokasi baru, yaitu sebelah barat BKB. Di kawasan ini juga didirikan bangunan-bangunan umum, dan dilakukan pemindahan lokasi pasar, yang semula di atas perahu di Sungai Musi lalu dipermanenkan di sebelah timur benteng. Dalam tata ruang Kota Palembang abad XX M ini, dibangun pula lokasi pemukiman orang-orang Eropa di sebelah barat benteng. Tinggalan-tinggalan arkeologi yang dapat dijadikan objek wisata kota terdapat di kawasan BKB dan sekitarnya, sepanjang Jl. Merdeka serta kawasan Talang Semut. Di daerah-daerah tersebut, masih dapat ditemukan bangunan-bangunan kuno yang berasal dari masa kesultanan dan kolonial. Di kawasan BKB, terdapat bangunan bersejarah seperti Masjid Agung Palembang, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, dan Rumah Kapitan Cina. Kalau di sepanjang Jl. Merdeka dan sekitarnya, masih terdapat beberapa bangunan kuno dari masa Kolonial, kayak Kantor Walikota Palembang, Hotel Musi, Hotel Sehati, Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selatan. Terus kalau di sekitar Talang Semut selain masih ada sekolah dan gereja kuno, juga masih dapat dilihat lansekapnya seperti jaringan jalan yang mengikuti keadaan kontur lahan setempat yang berbukit-bukit.
Daya tarik dari bangunan-bangunan di sepanjang Jl. Merdeka dan Talang Semut ini adalah gaya arsitekturnya yang punya ciri khas, yang pernah jadi trend gaya hidup di Indonesia pada awal abad XX, dan dikenal dengan istilah “Gaya Indis”. Kekhasan yang tercermin pada bangunan-bangunan tersebut terletak pada penggabungan gaya arsitektur Eropa dengan gaya arsitektur Indonesia. Tentu saja, jika tinggalan-tinggalan arkeologi itu ingin dijadikan objek wisata, maka diperlukan perencanaan yang matang dan komprenhensif. Kawasan-kawasan yang terkonsentrasi tinggalan-tinggalan arkeologi tersebut sebaiknya ditetapkan terlebih dahulu menjadi “kawasan bersejarah”. Di kawasan itu perlu dibangun fasilitas-fasilitas umum yang sangat penting demi kelestarian tinggalan-tinggalan arkeologi yang terdapat di dalamnya.
Pembangunan semua fasilitas umum ini dimaksudkan agar para wisatawan yang datang tidak terfokus di satu tempat dan bisa dikendalikan. kalau semua aspek atau tempat potensial di Palembang ini diperhatikan dan dikelola sebaik mungkin, kota Palembang akan memiliki objek wisata yang tidak kalah dengan propinsi lainnya di Indonesia. Memang selain kawasan ini banyak tempat lain yang berpotensi jadi objek wisata Kota Palembang, seperti Sabokingking yang diduga merupakan ibu kota Kerajaan Sriwijaya, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS), ataupun Jembatan Ampera yang juga merupakan penghubung antara Ilir dan Hulu. Wisata sejarah yang terdapat di kota Palembang: – Masjid Agung Palembang – Benteng Kuto Besak – Jembatan Ampera – Monumen Penderitaan Rakyat – Museum Sultan Badaruddin II – Museum Balaputra Dewa – Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya – Kampung Kapiten.
Dalam rangka melestarikan wisata sejarah di kota Palembang, yaitu dengan meningkatan kualitas objek wisata sejarah dalam upaya meningkatkan minat dan perhatian para wisatawan, pemerintah kota Palembang telah melakukan berbagai upaya, khususnya memperbaiki sarana-sarana objek wisata sejarah yang rusak yaitu dengan melakukan beberapa renovasi, serta mempercantik tatanan bangunan bersejarah dengan mencat ulang. Untuk dana seluruh kegiatan tersebut, pemerintah sudah mengalokasikannya yang di ambil dari APBD. Semua ini dilakukan dalam rangka untuk menarik minat dan perhatian para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Adapun unsur-unsur pokok penunjang objek pariwisata.
Unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata sehingga menarik minat dan perhatian pengunjung, baik itu lokal maupun mancanegara meliputi 5 unsur:
1. Objek dan Daya Tarik Wisata
Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang untuk datang. Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu.
a. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada:
1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah nyaman dan bersih.
2. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
3. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka.
4. Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.
5. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.
b. Pembangunan suatu objek wisata harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang memiliki objek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan pengembangan yang meliputi berbagai kelayakan.
1. Kelayakan Finansial
Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara komersial dari pembangunan objek wisata tersebut. Perkiraan untung-rugi sudah harus diperkirakan dari awal. Berapa tenggang waktu yang dibutuhkan untuk kembali modal pun sudah harus diramalkan.
2. Kelayakan Sosial Ekonomi Regional
Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memiliki dampak sosial ekonomi secara regional; dapat menciptakan lapangan kerja/berusaha, dapat meningkatkan penerimaan devisa, dapat meningkatkan penerimaan pada sektor yang lain seperti pajak, perindustrian, perdagangan, pertanian dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan dengan hal ini pertimbangan tidak semata-mata komersial saja tetapi juga memperhatikan dampaknya secara lebih luas. Sebagai contoh, pembangunan kembali candi Borobudur tidak semata-mata mempertimbangkan soal pengembalian modal pembangunan candi melalui uang retribusi masuk candi, melainkan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkannya, seperti jasa transportasi, jasa akomodasi, jasa restoran, industri kerajinan, pajak dan sebagainya.
3. Kelayakan Teknis
Pembangunan objek wisata harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dengan melihat daya dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk membangun suatu objek wisata apabila daya dukung objek wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata tersebut membahayakan keselamatan para wisatawan.
4. Kelayakan Lingkungan
Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan pembangunan suatu objek wisata. Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya lingkungan harus dihentikan pembangunannya. Pembangunan objek wisata bukanlah untuk merusak lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia dan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan, keselarasan dan keserasian hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan alam dan manusia dengan Tuhannya.
2. Prasarana Wisata
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi objek wisata yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlukan koordinasi yang mantap antara instansi terkait bersama dengan instansi pariwisata di berbagai tingkat. Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya pembangunan pariwisata.
Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia antara daerah, dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat.
3. Sarana Wisata
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan tuntunan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tak semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.
Sarana wisata kuantitatif menunjukkan pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standart wisata yang baku, baik secara nasional dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan disediakannya.
4. Tata Laksana/Infrastruktur
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah dan di bawah tanah seperti:
1. Sumber listrik dan energi serta jaringan distribusikannya yang merupakan bagian vital bagi terselenggaranya penyediaan sarana wisata yang memadai.
2. Sistem jalur angkutan dan terminal yang memadai dan lancar akan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata.
3. Sistem komunikasi yang memudahkan para wisatawan untuk mendapatkan informasi maupun mengirimkan informasi secara cepat dan tepat.
4. Sistem keamanan atau pengawasan yang memberikan kemudahan di berbagai
Sektor bagi para wisatawan. Di sini perlu ada kerjasama yang mantap antara petugas keamanan, baik swasta maupun pemerintah, karena dengan banyaknya orang di daerah tujuan wisata dan mobilitas manusia yang begitu cepat membutuhkan sistem keamanan yang ketat dengan para petugas yang selalu siap setiap saat. Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
5. Masyarakat/Lingkungan
Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wisatawan.
1. Masyarakat
Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada masyarakat. Salah satunya adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka akan memperoleh keuntungan dari para wisatawan yang membelanjakan uangnya. Para wisatawan pun akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Lingkungan
Di samping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan alam di sekitar objek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar.
3. Budaya
Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini pun kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang mengesankan bagi tiap wisatawan yang berkunjung. Masyarakat yang memahami, menghayati, dan mengamalkan sapta pesona wisata di daerah tujuan wisata menjadi harapan semua pihak untuk mendorong pengembangan pariwisata yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.